- TEORI WILLIAM ARTHUR BROWNELL
Teori
belajar William Brownell didasarkan atas keyakinan bahwa anak-anak memahami apa
yang sedang mereka pelajari jika belajar secara permanen atau secara terus
menerus untuk waktu yang lama. Salah satu cara bagi anak-anak untuk
mengembangkan pemahaman tentang matematika adalah dengan menggunakan
benda-benda tertentu ketika mereka mempelajari konsep matematika. Sebagai
contoh, pada saat anak-anak baru pertama kali diperkenalkan dengan konsep bilangan,
mereka akan lebih mudah memahami konsep itu jika mereka menggunakan benda
kongkrit yang mereka kenal ; seperti apel, kelereng, bola dan sebagainya.
Dengan kata lain, teori belajar William Brownell ini mendukung penggunaan
benda-benda konkrit untuk dimanipulasikan sehingga anak-anak dapat memahami
makna dari konsep dan keterampilan baru yang mereka pelajari.
Dalam teorinya Brownell mengakui akan pentingnya
drill, tetapi harus dilakukan apabila konsep, prinsip, atau proses yang
dipelajari telah lebih dahulu dipahami oleh siswa. Hal ini dikarenakan bahwa
penguasaan seseorang terhadap matematika tidak cukup hanya dilihat dari
kemampuan mekanik anak dalam berhitung saja, tetapi juga dalam aspek praktis
dan kemampuan berpikir kuantitatif. Selain itu juga Brownell memberikan saran
dalam pengajaran matematika, siswa sebaiknya memahami pentingnya bilangan baik
dalam segi kehidupan sosial manusia maupun segi intelektual dalam sistem
kualitatif. Jadi
pembelajaran aritmetika yang dikembangkan oleh Brownell, menekankan bahwa keterampilan hitung tidak hanya sekedar mengetahui cara
menyelesaikan prosedur-prosedur tetapi juga harus mengetahui bagaimana
prosedur-prosedur tersebut bekerja atau dengan kata lain harus mengetahui makna
dari apa yang dipelajari.
Aritmetika yang diberikan kepada anak-anak SD dulu lebih menitikberatkan hafalan dan mengasah otak.
Aplikasi dari bahan yang diajarkan dan bagaimana kaitannya dengan
pelajaran-pelajaran lainnya sedikit sekali dikupas. Menurut Brownell anak-anak
yang berhasil dalam mengikuti pelajaran pada waktu itu memiliki kemampuan
berhitung yang jauh melebihi anak-anak sekarang. Banyaknya latihan yang
diterapkan pada anak dan latihan mengasah otak dengan soal-soal yang panjang
dan sangat rumit merupakan pengaruh dari doktrin disiplin formal.
Terdapat
perkembangan yang menunjukkan bahwa doktrin formal itu memiliki kekeliruan yang
cukup mendasar. Dari penelitian yang dilaksanakan pada abad 19 terdapat hasil
yang menunjukkan bahwa belajar tidak melalui latihan hafalan dan mengasah otak,
namun diperoleh anak melalui bagaimana anak berbuat, berfikir, memperoleh
persepsi, dan lain-lain.
Gambaran
yang diberikan Brownell tentang ciri-ciri perilaku kognitif adalah:
a. Berpikir lancar, yaitu menghasilkan banyak gagasan atau jawaban yang
relevan dan arus pemikiran lancar.
b. Berpikir luwes, yaitu menghasilkan
gagasan-gagasan yang beragam, mampu mengubah cara atau pendekatan atau arah
pemikiran yang berbeda-beda.
c. Berpikir orisinal, yaitu memberikan
yang tidak lazim atau lain dari yang lain yang diberikan kebanyakan orang lain.
d. Berpikiir terperinci (elaborasi),
yaitu mengembangkan, menambah, memperkaya suatu gagasan, memperinci
detail-detail dan memperluas suatu gagasan.
Menurut
Brownell dalam belajar orang membutuhkan makna, bukan hanya sekedar respon
otomatis yang banyak. Maka dengan demikian teori drill dalam pembelajaran
matematika yang dikembangkan atas dasar teori asosiasi atau teori stimulus
respon, menurutnya terkesan bahwa proses pembelajaran matematika khususnya
aritmetika dipahami semata-mata hanya sebagai kemahiran.
·
Implikasi Dalam Pembelajaran Anak Usia Dini
Implikasi teori bermakna Brownell dalam pembelajaran pada anak usia dini
sebagai berikut:
a. Belajar pada anak usia
dini memerlukan benda konkrit sebagai implikasi perkembangan kognitif anak yang
berpikir konkrit. Karena itu guru harus pandai-pandai memilih metode untuk
mengajarkan matematika dasar atau berhitung pada anak usia dini. Guru hendaknya
menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berpikir anak.
b. Anak-anak akan belajar
lebih baik apabila lingkungan mendukung. Dalam hal ini adalah guru, teman
belajar maupun lingkungan sekolah termasuk alat permainan. Guru harus membantu anak agar dapat
berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
c. Guru memilih metode
belajar yang sesuai dengan karakteristik anak yaitu inovatif dan kreatif
sehingga anak tidak merasa bosan ataupun terbebani.
d. Berikan peluang agar
anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
e. Anak didik hendaknya
diberi peluang untuk saling berinteraksi dengan temannya.
Dengan demikian, dalam teori bermakna yang
dikembangkan oleh Brownell bahwa pengajaran operasi hitung akan mudah dipahami
oleh siswa apabila makna bilangan dan operasinya diikutsertakan dalam proses
operasi. Kita percaya bukan keputusan mengajarkan matematika dengan bermakna
saja yang dapat menyebabkan perubahan dalam reformasi pendidikan, tetapi
bagaimana cara kita menginterpretasikan istilah pembelajaran matematika yang
bermakna yang telah dan akan melanjutkan usaha perbaikan dalam matematika.
No comments:
Post a Comment